Jumat, 28 Desember 2012
Asal Usul Danau Toba
Di Sumatera Utara terdapat danau yang sangat besar dan ditengah-tengah danau tersebut terdapat sebuah pulau. Danau itu bernama Danau Toba sedangkan pulau ditengahnya dinamakan Pulau Samosir. Konon danau tersebut berasal dari kutukan dewa.
Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. “Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar,” gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.
Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. “Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku.” Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. “Bermimpikah aku?,” gumam petani.
“Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata,” kata gadis itu. “Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu,” kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.
Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. “Dia mungkin bidadari yang turun dari langit,” gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. “Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus! ” kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
Setahun kemudian, kebahagiaan Petani dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.
Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. “Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!” kata Petani kepada istrinya. “Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik,” puji Puteri kepada suaminya.
Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. “Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !,” umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.
Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.
Lutung Kasarung dan Purbasari
Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah
kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal
sebagai Prabu Tapak Agung.
Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri
cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari.
Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu
Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku
sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa.
Purbasari memiliki kakak yang
bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah
mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai
penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama
Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat
mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai
Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga
tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi
punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk
seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.
Kemudian ia menyuruh seorang Patih
untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut
masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia
pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan
berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima
kasih paman”, ujar Purbasari.
Selama di hutan ia mempunyai banyak
teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan
tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera
tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu
menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah
serta buah-buahan bersama teman-temannya.
Pada saat malam bulan purnama,
Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu
bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan
bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di
dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih
sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.
Keesokan harinya Lutung Kasarung
menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa
manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama
setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya
menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari
sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.
Di istana, Purbararang memutuskan
untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para
pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan
saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali
seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak
Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya
dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau,
tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut
Purbasari lebih panjang.
“Baiklah aku kalah, tapi sekarang
ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang
sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan
kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung.
Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari.
Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.
Pada saat itu juga Lutung Kasarung
segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung
berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari
Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira.
Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini.
Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum.
Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya
mereka semua kembali ke Istana.
Purbasari menjadi seorang ratu,
didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama
ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.
Bawang Merah dan Bawang Putih
Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.
Cerita Rakyat Sangkuriang dan Gunung Tangkuban Perahu
Asal muasal gunung Tangkuban perahu dan Sangkuriang adalah cerita rakyat dari nenek moyang, yang turun temurun hingga sekarang dan menjadi cerita rakyat yang cukup menarik. Cerita rakyat Sangkuriang dan gunung Tangkuban perahu berawal dari seorang raja bernama Sungging Perbangkara yang tengah pergi berburu ke di hutan. Ketika tengah berburu, Raja Sungging Perbangkara merasa ingin buang air kecil. Sang rajapun pergi kesemak-semak dan buang air kecil, dimana air seninya tertampung di selembar daun keladi. Alkisah, saat itu ada seekor babi betina yang tengah bertapa karena ingin menjadi manusia, ia bernama Wayung. Tanpa sengaja air seni raja Sungging Perbangkara diminum oleh Wayung yang pada akhirnya menyebabkan babi betina itu hamil karenanya. Hingga suatu ketika tiba saatnya Wayung melahirkan. Lahir seorang anak wanita yang cantik yang kelak bernama Dayang Sumbi atau Rarasati.
Cerita Rakyat Sangkuriang berawal dari Dayang Sumbi yang kian beranjak dewasa, kecantikan Dayang Sumbi semakin terlihat dan mulai menjadi rebutan di antara para raja kala itu. Karena Dayang Sumbi selalu menjadi rebutan, ia menjadi terganggu dan akhirnya memutuskan untuk pergi ke hutan bersama seekor anjing peliharaannya yang bernama Tumang. Suatu ketika, diceritakan Dayang Sumbi tengah menjahit dan tanpa sengaja gulungan benang yang ia gunakan tiba-tiba terjatuh. Dayang Sumbi pun merasa malas mengambilnya, dan entah kenapa ia berucap bagi siapa yang dapat mengambilkan gulungan benang, jika ia laki-laki, maka ia akan dijadikan suaminya. Ternyata si Tumang, anjing peliharaannyalah yang akhirnya mengambilkan gulungan benang itu yang akhirnya menjadi suami Dayang Sumbi.
Dayang Sumbi menepati janjinya dan bersuamikan seekor anjing. Kemudian lahirlah Sangkuriang, anak Dayang Sumbi dan Tumang. Hari berganti hari Sangkuriang mulai tumbuh jadi anak lelaki yang pemberani. Setiap hari ia berburu binatang di hutan dan Sangkuriang selalu mengajak Tumang, anjing yang juga bapaknya itu. Ketika itu, Sangkuriang ingin berburu babi, dan kebetulan yang diburu adalah babi betina Wayung, yang tak lain ibunda Dayang Sumbi. Tumang pun menolak untuk mengejar babi itu, sehingga Sangkuriang menjadi marah. Dalam kemarahannya Sangkuriang langsung membunuh Tumang, anjing yang juga ayahnya sendiri. Hati si Tumang ia ambil dan ia serahkan pada ibunya untuk dimasak.
Dalam hati, Dayang Sumbi merasa aneh karena seharian tidak melihat Tumang yang tidak kunjung pulang. Ia bertanya kepada Sangkuriang dimana si Tumang, dan betapa kagetnya Dayang Sumbi ketika mendengar jawaban Sangkuriang, bahwa ia telah membunuh Tumang. Dayang Sumbi menjadi sangat marah dan dalam kemarahannya kepala Sangkuriang dipukul menggunakan centong nasi, hingga meninggalkan bekas luka di kepala Sangkuriang. Sangkuriang merasa kecewa dengan perlakuan ibunya hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah. Sangkuriang bersikukuh untuk pergi jauh dan tidak akan pernah kembali.
Waktu terus berjalan, hingga Sangkuriang kini tumbuh menjadi lelaki yang gagah dan tampan. Dalam kesendiriannya, Dayang Sumbi sangat mengharapkan Sangkuriang akan pulang kembali. Iapun mulai bertapa dan memohon kepada Dewa, ia ingin tetap cantik dan selalu muda hingga nanti. Suatu ketika saat Sangkuriang kembali ia masih mengenali Dayang Sumbi sebagai ibunya. Dewapun mengabulkan do'a Dayang Sumbi, walaupun usianya sudah tidak muda lagi, Dayang Sumbi masih terlihat cantik. Hingga suatu ketika, Sangkuriang bertemu dengan Dayang Sumbi, namun ia sudah tidak mengenali Dayang Sumbi sebagai ibunya, bahkan jatuh hati kepada Dayang Sumbi. Begitupun Dayang Sumbi, ia tak tahu bahwa lelaki tampan itu adalah Sangkuriang, mereka menjalin kasih. Ceritapun berlanjut, suatu hari Dayang Sumbi tengah membelai kepala Sangkuriang, dari situlah ia menemukan bekas luka karena pukulan yang dilakukan pada Sangkuriang beberapa tahun yang lalu. Akhirnya Dayang Sumbi pun tahu bahwa ia adalah Sangkuriang anak kandungnya.
Sangkuriang telah melamar Dayang Sumbi, hingga Dayang Sumbi bingung mencari cara agar pernikahan dengan Sangkuriang tak akan terjadi. Akhirnya, Dayang Sumbi mengajukan beberapa persyaratan yakni Sangkuriang harus mampu membuat danau dan perahu serta membendung sungai Citarum dalam waktu satu malam. Sangkuriang menyanggupi persyaratan ini, karena ia telah berguru dan menjadi remaja yang sakti mandraguna. Alhasil, Sangkuriang ternyata mampu memenuhi persyaratan yang diberikan Dayang Sumbi kepadanya. Saat semua pekerjaan hampir selesai, Dayang Sumbi bingung dan meminta petunjuk Dewa. Sang Dewa-pun memerintahkan agar Dayang Sumbi mengibaskan selendang yang dimilikinya dan secara ghaib matahari muncul di ufuk timur tanda pagi telah datang. Sangkuriang marah dan ia merasa gagal. Ia menendang perahu yang setengah jadi dengan sekuat tenaga dan terguling dalam keadaan tertelungkup hingga akhirnya muncul sebutan Tangkuban Parahu.
Asal Usul Kota Banyuwangi
Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. “Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya. “Kemana seekor kijang tadi?”, kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak buruannya. “Akan ku cari terus sampai dapat,” tekadnya. Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya. “Hem, segar nian air sungai ini,” Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita. “Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan setan penunggu hutan,” gumam Raden Banterang bertanya-tanya. Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?” sapa Raden Banterang. “Saya manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung”. “Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar ucapan gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun keluarga bahagia. Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana. “Surati! Surati!”, panggil seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh ayahandanya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya. Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa. Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping. “Tuangku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,” kata lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,” jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di hutan. “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!” tuduh Raden Banterang kepada istrinya. “ Begitukah balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.”Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki!” jawab Surati. Namun Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya. Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan suaminya. “Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,” Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya. Namun, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. “Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan. “Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan, tetapi Adinda tolah!”. Mendengar hal tersebut , hati Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong.. “Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang. Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!” Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah terlambat. Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.
Cindelaras
Raden Putra adalah raja
Kerajaan Jenggala. Ia didampingi seorang permaisuri yang baik hati dan
seorang selir yang cantik jelita. Tetapi, selir Raja Raden Putra
memiliki sifat iri dan dengki terhadap sang permaisuri. Ia merencanakan
suatu yang buruk kepada permaisuri. “Seharusnya, akulah yang menjadi
permaisuri. Aku harus mencari akal untuk menyingkirkan permaisuri,”
pikirnya.
Selir baginda,
berkomplot dengan seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah.
Tabib istana segera dipanggil. Sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang
yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. “Orang itu tak lain
adalah permaisuri Baginda sendiri,” kata sang tabib. Baginda menjadi
murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan
patihnya untuk membuang permaisuri ke hutan.Sang patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. “Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh,” kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja menganggung puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur. “Hmm, rajawali itu baik sekali. Ia sengaja memberikan telur itu kepadaku.” Setelah 3 minggu, telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat. Tapi ada satu keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan! “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…”
Minggu, 09 September 2012
Malin Kundang
MALIN KUNDANG
Cerita Rakyat Sumatera Barat
Pada suatu hari, hiduplah sebuah
keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga itu mempunyai
seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keluarga
mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke
negeri seberang.
Besar harapan malin dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya.
Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses.
Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan.
Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
Besar harapan malin dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya.
Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses.
Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan.
Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
Minggu, 15 Januari 2012
Cerita Rakyat "Keong Emas''
Di Kerajaan Daha, hiduplah dua orang putri yang sangat cantik jelita. Putri nan cantik jelita tersebut bernama Candra Kirana dan Dewi Galuh. Kedua putri Raja tersebut hidup sangat bahagia dan serba kecukupan.
Hingga suatu hari datanglah seorang pangeran yang sangat tampan dari Kerajaan Kahuripan ke Kerajaan Daha. Pangeran tersebut bernama Raden Inu Kertapati. Maksud kedatangannya ke Kerajaan Daha adalah untuk melamar Candra Kirana. Kedatangan Raden Inu Kertapati sangat disambut baik oleh Raja Kertamarta, dan akhirnya Candra Kirana ditunangkan dengan Raden Inu Kertapati.
Pertunangan itu ternyata membuat Dewi Galuh merasa iri. Kerena dia merasa kalau Raden Inu Kertapati lebih cocok untuk dirinya. Oleh karena itu Dewi Galuh lalu pergi ke rumah Nenek Sihir. Dia meminta agar nenek sihir itu menyihir Candra Kirana menjadi sesuatu yang menjijikkan dan dijauhkan dari Raden Inu. Nenek Sihir pun menyetujui permintaan Dewi Galuh, dan menyihir Candra Kirana menjadi Keong Emas, lalu membuangnya ke sungai.
Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas terangkut dalam jalanya tersebut. Keong Emas itu lalu dibawanya pulang dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi di sungai, tetapi tak mendapat ikan seekorpun. Kemudian Nenek tersebut memutuskan untuk pulang saja, sesampainya di rumah ia sangat kaget sekali, karena di meja sudah tersedia masakan yang sangat enak-enak. Si nenek bertanya-tanya pada dirinya sendiri, siapa yang memgirim masakan ini.
Begitu pula hari-hari berikutnya si nenek menjalani kejadian serupa, keesokan paginya nenek ingin mengintip apa yang terjadi pada saat dia pergi mencari ikan. Nenek itu lalu berpura-pura pergi ke sungai untuk mencari ikan seperti biasanya, lalu pergi ke belakang rumah untuk mengintipnya. Setelah beberapa saat, si nenek sangat terkejut. Karena keong emas yang ada ditempayan berubah wujud menjadi gadis cantik. Gadis tersebut lalu memasak dan menyiapkan masakan tersebut di meja. Karena merasa penasaran, lalu nenek tersebut memberanikan diri untuk menegur putri nan cantik itu. “Siapakah kamu ini putri cantik, dan dari mana asalmu?”, tanya si nenek. "Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh nenek sihir utusan saudaraku karena merasa iri kepadaku", kata keong emas. Setelah menjawab pertanyaan dari nenek, Candra Kirana berubah lagi menjadi Keong Emas, dan nenek sangat terheran-heran.
Sementara pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana menghilang. Iapun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek sihirpun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati Kaget sekali melihat burung gagak yang bisa berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya padahal raden Inu diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan. Ternyata kakek adalah orang sakti yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung gagak itu.
Kakek itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan burung itu menjadi asap. Akhirnya Raden Inu diberitahu dimana Candra Kirana berada, disuruhnya raden itu pergi kedesa dadapan. Setelah berjalan berhari-hari sampailah ia kedesa Dadapan Ia menghampiri sebuah gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena perbekalannya sudah habis. Di gubuk itu ia sangat terkejut, karena dari balik jendela ia melihat Candra Kirana sedang memasak. Akhirnya sihir dari nenek sihir pun hilang karena perjumpaan itu. Akhirnya Raden Inu memboyong tunangannya beserta nenek yang baik hati tersebut ke istana, dan Candra Kirana menceritakan perbuatan Dewi Galuh pada Baginda Kertamarta.
Baginda minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Dewi Galuh lalu mendapat hukuman yang setimpal. Karena Dewi Galuh merasa takut, maka dia melarikan diri ke hutan. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan Raden Inu Kertapati pun berlangsung, dan pesta tersebut sangat meriah. Akhirnya mereka hidup bahagia.
Rabu, 04 Januari 2012
Cerita Rakyat "Putri Batu Menangis''
Cerita Rakyat Putri Batu Menangis
Tersebutlah suatu ketika di sebuah desa di Lampung,hidup seorang gadis cantik bernama Putri bersama ibunya.Mereka tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana.Ayah putri meninggal karena sakit. Oleh karena itu, ibunyalah yang mencari nafkah untuk hidup mereka berdua.
Putri dan ibunya memiliki sifat yang berbeda.Sang ibu adalah seorang yang sabar,rajin,dan penuh kasih sayang .Sementara Putri sebaliknya. Ia pemalas ,kasar, dan sering membentak-bentak ibunya.
“Bu, aku ingin peralatan kecantikan yang bagus dan lengkap. Aku ingin terlihat cantik,” pinta Putri suatu hari.
“Kamu tidak perlu berdandan karena kamu sudah cantik,anakku,” jawab ibunya.
Namun, Putri tidak mau tahu.Ia terus merengak dan merengek.Gadis yang mulai beranjak dewasa itu tidak pernah menyadari kehidupan mereka yang miskin.Selain sering meminta hal-hal yang di luar kemampuan ibunya, kegiatan seharh-harinya hayalah berdandan.Setiap hari Ia hanya menghabiskan waktu duduk di depan cermin.
Suatu hari kondisi iunya kurang baik. Namun karena tuntunan hidup, Ia harus tetap berdagang ke pasar.
“Temani Ibu ke pasar ya,Put? Sekali ini saja.Jika ibu tidak sakit, Ibu pasti akan pergi sendiri,” pints ibu pada Putri.
“Baiklah, tapi nanti setiba di pasar Putri langsung pulang,” jawab Putri ketus.
Akhirnya mereka berdua berangkat menuju ke pasar.Sepanjang perjalanan Putri terus-menerus menggerutu dan berjalan dengan langkah cepat meninggalkan ibunya. Sesampainya di pasar ibuya bertanya, ”Put,kenapa tadi di jalan kamu berjalan sangat cepat dan terus menjauhi Ibu?”
“Oh, biar cepat sampai saja,Bu,” jawab Putri singkar.
“Kamu malu, ya berjalan dengan Ibu?” Selidik Ibunya.
“Kalau Ibu sudah tahu, kenapa ibu masih saja mengajak AkuJ?” Jawab Putri Ketus.
“Kalau begitu kamu pulang saja. Biar Ibu yang menjaga di sini.”
Hati Ibu Putri jelas terluka dengan sikap anak satu-satunya tersebut. Ia hanya bisa berdoa agar anaknya berubah menjadi anak yang rajin dan menhormati orang tua. Menjelang siang dagangannya telah habis. Teringat janji kepada anaknya, ibu Putri segera bekemas. Ia pun segera pergi membeli peralatan kecantikan pesanan Putri ke kota.
“Ini pesananmu, Put.” Ucap Ibu.
Putri segera membuka bungkusan tersebut. Namun setelah di buka, Ia menjadi marah.
“Mengapa peralatan kecantikannya seperti ini? Aku mau peralatan yang bagus dan mahal, seperti yang ada di kota,” bentak Putri.
“Ini juga bagus , Put. Lagipula Ibu tidak kuat jika harus pergi ke kota,” jawab Ibu dengan suara menahan tangis.
“Pokoknya aku tidak mau tahu. Ibu harus membelinya ke kota,” ujar Puttri setengah memerintah ibunya.
Sambil melangkahkan kaki keluar rumah, hati Ibu Putri menjerit dan berdoa agar Tuhan YME memberikan pelajaran kepada anaknya. Setelah Ibunya pergi, Putri segera duduk di depan cermin mencoba peralatan kecantikan tersebut. Ia terus menerus mempercantik wajahnya. Namun, tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang aneh pada kakinya. Ketika melihat kakinya ia pun menjerit.
“Ibuuuuuuuuuuuuuuuuu!” Ternyata kaki Putri telah berubah menjadi batu. Ia menangis dan terus menerus memanggil ibunya. Saat itu ia baru tersadar jika selama ini ia telah banyak berbuat salah pada ibunya.Namun, seperti pepatah “ Penyelan di akhir tidak ada gunanya”. Lama kelamaan tubuh Putri berubah menjadi batu.
Konon sampai sekarang batu itu masih berada di tempatnya. Batu itu di sebut batu Puteri Menangis karena batu tersebut berbentuk seperti seorang gadis yang sedang duduk dan kadang-kadang terlihat air mengalir dari ujung matanya seperti air mata.
Sinopsis (Rangkuman)
Batu Menangis
suatu ketika di sebuah desa di Lampung,hidup seorang gadis cantik bernama Putri bersama ibunya.Mereka tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana.Ayah putri meninggal karena sakit.
Putri dan ibunya memiliki sifat yang berbeda.Sang ibu adalah seorang yang sabar,rajin,dan penuh kasih sayang .Sementara Putri sebaliknya. Ia pemalas ,kasar, dan sering membentak-bentak ibunya.
Suatu hari Putri menginginkan peralatan kecantikan untuk dirinya kepada Ibunya dan Putri tidak mau tahu Ibunya harus menuruti apa permintaan Putri.
Ketika Ibu Putri berdagang Di Pasar dan Menjelang siang dagangannya telah habis. Teringat janji kepada anaknya, ibu Putri segera bekemas. Ia pun segera pergi membeli peralatan kecantikan pesanan Putri ke kota.
Ibu Putri pun pulang dan Putri segera membuka bungkusan tersebut. Namun setelah di buka, Ia menjadi marah dengan tidak puasnya dengan peralatan kecantikan yang di belikan ibunya, Putri pun ingin yang seperti di kota.
Ibu Putri pun keluar rumah dan Sambil melangkahkan kaki keluar rumah, hati Ibu Putri menjerit dan berdoa agar Tuhan YME memberikan pelajaran kepada anaknya. Setelah Ibunya pergi, Putri segera duduk di depan cermin mencoba peralatan kecantikan tersebut. Ia terus menerus mempercantik wajahnya. Namun, tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang aneh pada kakinya. Ketika melihat kakinya ia pun menjerit.
Dan ternyata yang terjadi, kakinya Putri tiba-tiba menjadi batu, lama kelamaan tubuh Putri pun menjadi batu, dan sambil menangis kepada Ibunya.
Konon sampai sekarang batu itu masih berada di tempatnya. Batu itu di sebut batu Puteri Menangis karena batu tersebut berbentuk seperti seorang gadis yang sedang duduk dan kadang-kadang terlihat air mengalir dari ujung matanya seperti air mata.
Cerita Rakyat: "Timun Emas"
Cerita Rakyat: "Timun Emas"
Di suatu desa hiduplah seorang janda tua yang bernama mbok Sarni. Tiap hari dia menghabiskan waktunya sendirian, karena mbok Sarni tidak memiliki seorang anak. Sebenarnya dia ingin sekali mempunyai anak, agar bisa membantunya bekerja.
Pada suatu sore pergilah mbok Sarni ke hutan untuk mencari kayu, dan ditengah jalan mbok Sarni bertemu dengan raksasa yang sangat besar sekali. “Hei, mau kemana kamu?”, tanya si Raksasa. “Aku hanya mau mengumpulkan kayu bakar, jadi ijinkanlah aku lewat”, jawab mbok Sarni. “Hahahaha.... kamu boleh lewat setelah kamu memberiku seorang anak manusia untuk aku santap”, kata si Raksasa. Lalu mbok Sarni menjawab, “Tetapi aku tidak mempunyai anak”.Setelah mbok Sarni mengatakan bahwa dia tidak punya anak dan ingin sekali punya anak, maka si Raksasa memberinya biji mentimun. Raksasa itu berkata, “Wahai wanita tua, ini aku berikan kamu biji mentimun. Tanamlah biji ini di halaman rumahmu, dan setelah dua minggu kamu akan mendapatkan seorang anak. Tetapi ingat, serahkan anak itu padaku setelah usianya enam tahun”.
Setelah dua minggu, mentimun itu nampak berbuah sangat lebat dan ada salah satu mentimun yang cukup besar. Mbok Sarni kemudian mengambilnya , dan setelah dibelah ternyata isinya adalah seorang bayi yang sangat cantik jelita. Bayi itu kemudian diberi nama timun emas.
Semakin hari timun emas semakin tumbuh besar, dan mbok Sarni sangat gembira sekali karena rumahnya tidak sepi lagi. Semua pekerjaannya bisa selesai dengan cepat karena bantuan timun emas.
Akhirnya pada suatu hari datanglah si Raksasa untuk menagih janji. Mbok Sarni sangat ketakutan, dan tidak mau kehilangan timun emas. Kemudian mbok Sarni berkata, “Wahai raksasa, datanglah kesini dua tahun lagi. Semakin dewasa anak ini, maka semakin enak untuk di santap”. Si Raksasa pun setuju dan meninggalkan rumah mbok Sarni.
Waktu dua tahun bukanlah waktu yang lama, karena itu tiap hari mbok Sarni mencari akal bagaimana caranya supaya anaknya tidak dibawa si Raksasa. Hati mbok Sarni sangat cemas sekali, dan akhirnya pada suatu malam mbok Sarni bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia diberitahu agar timun emas menemui petapa di Gunung.
Pagi harinya mbok Sarni menyuruh timun emas untuk segera menemui petapa itu. Setelah bertemu dengan petapa, timun emas kemudian bercerita tentang maksud kedatangannya. Sang petapa kemudian memberinya empat buah bungkusan kecil yang isinya biji mentimun, jarum, garam, dan terasi. “Lemparkan satu per satu bungkusan ini, kalau kamu dikejar oleh raksasa itu”, perintah petapa. Kemudian timun meas pulang ke rumah, dan langsung menyimpan bungkusan dari sang petapa.
Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji. “Wahai wanita tua, mana anak itu? Aku sudah tidak tahan untuk menyantapnya”, teriak si Raksasa. Kemudian mbok Sarni menjawab, “Janganlah kau ambil anakku ini wahai raksasa, karena aku sangat sayang padanya. Lebih baik aku saja yang kamu santap”. Raksasa tidak mau menerima tawaran dari mbok Sarni itu, dan akhirnya marah besar. “Mana anak itu? Mana timun emas?”, teriak si raksasa.
Karena tidak tega melihat mbok Sarni menangis terus, maka timun emas keluar dari tempat sembunyinya. “Aku di sini raksasa, tangkaplah aku jika kau bisa!!!”, teriak timun emas.
Raksasapun mengejarnya, dan timun emas mulai melemparkan kantong yang berisi mentimun. Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Raksasapun menjadi terhambat, karena batang timun tersebut terus melilit tubuhnya. Tetapi akhirnya si raksasa berhasil bebas juga, dan mulai mngejar timun emas lagi. Lalu timun emas menaburkan kantong kedua yang berisi jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam. Dengan kaki yang berdarah-darah karena tertancap bambu tersebut si raksasa terus mengejar.
Kemudian timun emas membuka bingkisan ketiga yang berisi garam. Seketika itu hutanpun menjadi lautan luas. Tetapi lautan itu dengan mudah dilalui si raksasa. Yang terakhir Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika itu terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, dan si raksasa tercebur di dalamnya. Akhirnya raksasapun mati.
Timun Emas mengucap syukur kepada Tuhan YME, karena sudah diselamatkan dari raksasa yang kejam. Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sarni hidup bahagia dan damai.
Sinopsis (Rangkuman)
Cerita Rakyat: "Timun Emas"
Di suatu desa hiduplah seorang janda tua yang bernama mbok Sarni. Tiap hari dia menghabiskan waktunya sendirian, karena mbok Sarni tidak memiliki seorang anak. Sebenarnya dia ingin sekali mempunyai anak, agar bisa membantunya bekerja.
Pada suatu sore pergilah mbok Sarni ke hutan untuk mencari kayu, dan ditengah jalan mbok Sarni bertemu dengan raksasa yang sangat besar sekali.
Mbok sarni di tnya oleh raksasa dan agar anaknya di berikan kepada saksasa, tapi mbok sarni tidak punya anak.
Setelah mbok Sarni mengatakan bahwa dia tidak punya anak dan ingin sekali punya anak, maka si Raksasa memberinya biji mentimun agar untuk di tanam oleh mbok sarni agar mendapatkan anak.
Setelah dua minggu, mentimun itu nampak berbuah sangat lebat dan ada salah satu mentimun yang cukup besar. Mbok Sarni kemudian mengambilnya , dan setelah dibelah ternyata isinya adalah seorang bayi yang sangat cantik jelita. Bayi itu kemudian diberi nama timun emas.
Akhirnya pada suatu hari datanglah si Raksasa untuk menagih janji. Mbok Sarni sangat ketakutan, dan tidak mau kehilangan timun emas.mbok sarni kepada raksasa agar dating ke sini lagi dua tahun lagi agar lebih besar timun emas untuk disantap.akhirnya mbok sarni berfikir agar anaknya tidak di ambil oleh raksasa.
pada suatu malam mbok Sarni bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia diberitahu agar timun emas menemui petapa di Gunung. Pagi harinya mbok Sarni menyuruh timun emas untuk segera menemui petapa itu. Setelah bertemu dengan petapa, timun emas kemudian bercerita tentang maksud kedatangannya. Sang petapa kemudian memberinya empat buah bungkusan kecil yang isinya biji mentimun, jarum, garam, dan terasi.
Langganan:
Postingan (Atom)